tulisan berjalan

“Teruntuk Sebuah Nama, yang terukir di prasasti kehidupan; pemberi warna di lembaran perjalanan waktu; pelengkap ruang kosong bernama Coste Sinistra; Teruntuk Sebuah Nama, Yang terucap lirih dalam sujud; kuikat cintaku dalam sucinya mahligai pernikahan; kusimpan rinduku hanya untuk putihnya perkawinan; dan kuukir sayangku di keeratan pertautan jiwa abadi; Teruntuk Sebuah Nama; Aku mencintaimu karena Allah).

Senin, 25 April 2011

Kundi di mataku

pertama kali menginjakkan kaki di tanah ini, aku merasa begitu asing.
ini tanah airku, satu daerah denganku, satu pulau, satu rumpun, satu budaya...
tapi tetap saja A.S.I.N.G

suasana tanah gersang dan hamparan pasir di halus di setiap halaman rumah penduduk
makin menguatkan kesan pantai dan pesisir daerah ini.
hembusan angin panas dan teriknya matahari makin membuat gerah tubuh dan pikiran semua orang.
ku pandangi alam sekitar.
biasa saja...
kujejaki anak2 tangga sebuah gedung bercat kuning yang nantinya akan menjadi rumah keduaku
sedikit deg-degan..
suasana baru
teman-teman baru
lingkungan baru
pekerjaan baru...

hari demi hari berlalu begitu saja tanpa terasa..
aku pun sedikit demi sedikit mulai beradaptasi dengan lingkungan ini.
aku menyukai pola masyarakatnya
aku menyukai karamahtamahan mereka
aku menyukai indah alamnya
aku menyukai seafoodnya
dan aku menyukai semuanya...
kecuali keterbatasan sinyal dan listrik.

pernah aku menyusuri jalan ke arah belakang rumah dengan temanku.
kami pun tak tahu akan kemana.
biarlah...
kalaupun sesat nanti bisa balik arah.
dan subhanallah...
antara percaya dan tidak percaya melihat keadaan di sana.
aku baru menyadari kalau masyarakat disini begitu menyukai alam.
sampai2 jarak antara rumah dengan laut tidak sampai 100 meter.

otak ku pun berpikir.
seandanya saja ada tsunami, mungkin aku dan penduduk di sini akan mati duluan.
kita tiddak akan sempat berlari.
karena kita tepat berada di pesisir.
PESISIR...
mengerikannnnnn.....!!!!

ku arahkan motorku ke jalan lain yang ntah menuju kemana lagi
dan dengan sendirinya kami terdaampar di dermaga.
subhanallah...indah...
saat melangkahkan kaki di jembatan kayu selebar 1,5 meter dan sepanjang puluhan meter nmenuju tengah laut.
peraasaanku sedikit takut.
takut kalau tiba2 kayunya ambruk dan aku akan langsung jatuh ke laut. 
mungkin akan tertancap di tajamnya akar2 bakau
atau terperosok ke dalam lumpur hisap
atau terbawa arus laut ke pulau lain.
seraaaaaaaaaaammm....

sampai diujung kembatan, aku menuruni anak tangga menuju air laut.
sebenarnya ingin mencelupkan kaki ke air laut,
tapi aku ragu
melihat air laut yang biru kecoklatan
dan riak gelombang kecil menyapu anak tangga
membuatku mengurungkan niat.
aku takut tenrbawa arus
aku takut dimakan ikan
aku takut mati
(norak.com)

tepat di depan mata
sebuah pulau terbentang indah
aku lupa namanya
konon katanya, pulau itu banyak hantu.
orang2 masih takut pergi ke sana
tapi ada juga orang2 ke sana untuk pramuka atau sejenisnya
tentunya dengan pengawasan ketat.
untuk mencapai pulau itu, harus naik perahu nelayan.
atau mungkin memakai sampan.
yang beraarti bagiku bermakna T.I.D.A.K

waktu kecil aku pernah diajak keluargaku ke sebuah pulau yang aku aku lupa namanya.
naik kapal juga.
mengerikan saat melihat air masuk ke dalam kapal.
walaupun sedikit tetap saja menakutkan.
apalagi naik sampan,
benar2 mengerikan.
cukuplah saja waktu dipalembang merasakan naik sampan.
tidak akan kuulangi lagi disini.

kundi sebenarnya nama sebuah pohon
dan di pantai inilah aku bisa menemukan pohon kundi.
yang kemudian nama pohon ni dijadikan nama desa oleh masyarakatnya.
desa kundi merupakan desa baru hasil pemekaran wilayah kundi.
wilayah kundi dimekarkan menjadi 3 desa karena penduduknya yg banyak.
desa kundi (itu sendiri), desa bukit terak, dan desa air menduyung.
dan aku sekarang menempati bagian desaa kundi
tepatnya jalan AMD.

akses menuju kundi bisa ditempuh melalui 2 arah.
kundi-mentok melewati jalan belo laut
kundi-pelangas melewati jalan simpang tiga.
ada sebuah tempat yang sangat aku sukai di sepanjang jalan menuju mentok via belo laut.
sabana 
iah...sabana
ada sabana di sini.
sabana dengan pasir putih, rumput - rumput pendek berwarna kuning dan hijau.
pepohonan yang jarang2, tapi ribun dan cantik
jalanan beraspal yang lurus dan sepi
dan sesekali ada sensasi dari ular - ular nekat yang menyeberangi jalan aspal dan mengagetkan
pengguna jalan raya termauk aku.
persis seperti di afrika.
sudah beberapa kali aku bertemu ular nekat di jalan.
membuatku merasa simalakama.
di tabrak takut ularnya gigit kaki
ngerem mendadak takut jatuh
menghindar jaraknya sudah terlalu dekat dan kecepatannya terlalu tinggi.
jadi biasanya aku pasrah saja
sedikit menarik napas, membaca bismilah, dan berteriak sekencang - kencangnya
kadang2 nasib ular itu bagus sehingga lolos dari jepitan ban motorku
tapi pernah juga dia bernasib naas dan terlindas ban motorku.
saban memang indah, memiliki banyak cerita.
kata ibuku, sabana memang sarang ular.
karena pertemuan antara pasir kering dan aliran air.

aku pernah membayangkan ingin pre wedding disini karena alamnya cantik sekali
tapi aku juga sangat memikirkan keselamatanku
bisa2 aku mati gara2 dipatuk ular sebelum beneran nikah.
so i said NO...
mendingan ngga pre wedding sama sekali.

atau pernah suatu kali aku berjalan ke arah jembatan sukal..
jembatan yang dibawahnya mengalir air payau berwarna coklat keruh.
di tempat inilah para pedagang sea food berkumpul
mulai dari kerang dara, lokan pasir, lokan bakau, kepiting rajung, berbagai jenis ikan sampai kepiting hitam ada disni.
aku adalah salah satu penggemar kepiting
tapi sayang keterampilan tanganku tidak seimbang dengan keahlian lidahku.
jadi aku jarang membeli kepiting karena aku tidak bisa mengolahnya.
biasanya aku lebih senang membeli kepiting untuk dibawa pulang ke rumah
biar ibuku saja yang memasak.
lebih terjamin rasanya..

disuatu tempat tepatnya rumah penduduk di sini
aku melihat anak kecil memakan lobster.
kelihatannya enak sekali.
kebetulan saat itu aku puasa.
ngiler.com
tapi sayang sekali..
lobster sebesar dan sesegar itu cuma direbus pakai garam saja.
temanku sangat protes dengan cara memasak mereka.
lobster itu diluar sana bisa sangat mahal.
apalagi masuk restoran, bisa ratusan ribu.
disini???
lobster disia-siakan.
karena kami lihat anak2 itu tidak pintar memakannya.
mereka membuang2 daging lobster seenaknya.
ya tuhannn..... andai saja saat itu aku tidak puasa.
pasti aku akan minta.
hehehehehehe.....

aku pernah diberikan cumi-cumi sepanjang 30-40 cm lah
seorang bapak2 menggedor rumahku subuh2.
ternyata cuma mau memberikan cumi2 untukku.
alhamdulilah...
sebenarnya ku tidak begitu suka cumi.
soalnya aku suka pusing setelah memakannya dlm jumlah berlebih. hehehehe...
tapi aku sangat menyukai cumi bakar.
rasanya gurih, manis dan agak sedikit pahit.
enak sekali dimakan dengan saos sambal.

kundi oh kundi...
bercerita tentangmu takkan cukup dalam waktu semalam.
begitu banyak hal indah tentangmu.
saat ini tidak ada lagi protesku seperti mas awal2 aku datang kesini.
harapanku dan masyarakatnya cuma satu.
SEMOGA LISTRIK CEPAT MASUK KE SINI.
amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar